Jumat, 30 Desember 2016

Review: The Autopsy of Jane Doe


Tahun rilis: 2016
Sutradara: André Øvredal
Bintang: Emile Hirsch, Brian Cox, Olwen Kelly, Ophelia Lovibond, Michael McElhatton
My rate: 3.5/5

Nama sutradara Norwegia André Øvredal mulai dikenal para penyuka film di negara-negara berbahasa Inggris ketika dia merilis Trollhunter (2010), film unik yang menggabungkan konsep found footage, horor, dan petualangan yang bertema misi membuktikan kebenaran mitologi Troll. Tahun ini, Øvredal kembali dengan merilis film berbahasa Inggris pertamanya. The Autopsy of Jane Doe mungkin bukan film horor yang terlalu "aneh," terutama jika Anda tergolong veteran dalam soal nonton film horor. Akan tetapi, ide unik, cerita yang menarik serta tempo penggarapan cerita yang sabar namun memikat membuat film ini cukup berkesan.

Selasa, 27 Desember 2016

De Vrais Mensonges


Tahun rilis: 2010
Sutradara: Pierre Salvadori
Bintang: Audrey Tautou, Sami Bouajila, Nathalie Baye
My rate: 2.5/5

Aktor-aktor tertentu akan selalu diingat karena satu peran ikonik walaupun mereka telah bermain dalam banyak film. Pierce Brosnan identik dengan James Bond. Orlando Bloom identik dengan Legolas. Daniel Radcliffe identik dengan Harry Potter. Audrey Tautou, tentu saja, selalu identik dengan si cantik nyentrik Amelie dalam film berjudul sama. Tentu saja itu tidak apa-apa selama aktor-aktor tersebut bisa membuat kita melupakan bayang-bayang peran mereka dalam film-film selanjutnya. Masalahnya, itu tidak terjadi pada Tautou di film ini.

Selasa, 13 Desember 2016

Review: The Conspiracy


Tahun rilis: 2012
Sutradara: Christopher MacBride
Bintang: Aaron Poole, James Gilbert, Alan Peterson, Bruce Clayton
My rate: 3.5/5

Sebagai orang yang hidupnya sudah cukup direpotkan oleh berbagai urusan seperti cari uang, mengurus orang tua, serta berusaha supaya jangan lagi kena gejala tifus untuk yang keempat kalinya, pendapat saya terhadap teori konspirasi lumayan terbelah. Di satu sisi, teori konspirasi membuat hidup ini jadi menarik, dan mempersatukan banyak orang di seluruh dunia dalam semangat "membongkar misteri-misteri dunia." Di sisi lain, teori konspirasi yang kebablasan bisa berakibat macam-macam, mulai dari mengarahkan kecurigaan dan paranoia terhadap orang-orang tak bersalah, menyebar ketakutan, atau bahkan merusak bisnis. Tetapi apapun itu, rasa ingin tahu manusia tetap tak akan terbendung, dan film-film terkait teori konspirasi pun menjadi salah satu efeknya.

Senin, 28 November 2016

Review: Wadjda


Tahun rilis: 2012
Sutradara: Haifaa Al-Mansour
Bintang: Waad Mohammed, Reem Abdullah, Abdulrahman  Al-Gohani, Sultan Al-Assaf
My rate: 5/5

Wadjda adalah film yang penting dari berbagai sudut pandang, lepas dari kisahnya yang nampak sederhana. Ini adalah film pertama yang disutradai wanita Arab Saudi; fakta yang mencengangkan terutama ketika mengingat bahwa film ini juga disyuting sepenuhnya di negara yang sama. Lewat berbagai kesulitan dan hambatan yang muncul selama proses syuting, Haifaa Al-Mansour berhasil "menyingkap tabir" nyaris mistis yang melingkupi tanah airnya serta (terutama) para wanitanya, lewat kisah sederhana yang secara mengejutkan berhasil menabrak semua prasangka penonton di berbagai negara. 

Selasa, 15 November 2016

Review: 35 Shots of Rum


Tahun rilis: 2008
Sutradara: Claire Denis
Bintang: Mati Diop, Alex Descas, Nicole Dogue, Grégoire  Colin
My rate: 4/5

Ketika Yasujirō Ozu merilis Late Spring di tahun 1949, dia mungkin tak menyangka bahwa drama tersebut akan menginspirasi seorang sutradara wanita Prancis untuk membuat film yang sama indahnya 59 tahun kemudian. Lewat 35 Shots of Rum, Claire Denis menghadirkan drama yang terlihat bersahaja, namun sarat akan gejolak emosi tersembunyi. Layaknya genre shomingeki di Jepang yang memotret kehidupan kaum kelas pekerja, 35 Shots of Rum menampilkan potret intim kaum imigran kelas pekerja di Prancis lewat pasangan ayah dan anak berdarah Mali, yang berada dalam persimpangan besar di kehidupan mereka yang tadinya tentram tanpa gejolak.

Jumat, 04 November 2016

Review: Heavenly Creatures


Tahun rilis: 1994
Sutradara: Peter Jackson
Bintang: Kate Winslet, Melanie Lynskey, Sarah Peirse, Diana Kent, Jed Brophy
My rate: 3.5/5

Peter Jackson biasanya dikenal akan dua hal: sebagai sutradara film-film adaptasi novel-novel fantasi J.R.R. Tolkien seperti The Lord of the Rings dan The Hobbit, atau sutradara horor-komedi-zombie gila macam Bad Taste dan Braindead di awal karirnya. Akan tetapi, di antara film-film ikoniknya itu, Jackson juga menggarap film-film lain macam King Kong, The Lovely Bones, dan Heavenly Creatures. Jika King Kong dan Lovely Bones hanya membuat saya menatap lempeng ke arah layar dan melupakannya setelahnya, Heavenly Creatures membuat saya terpesona dengan kepolosan dan kedalaman persahabatan karakter Melanie Lynskey dan Kate Winslet, bahkan setelah mereka digambarkan melakukan pembunuhan.

Rabu, 02 November 2016

Review: The Match Factory Girl


Tahun rilis: 1990
Sutradara: Aki Kaurismäki
Bintang: Kati Outinen, Elina Salo, Esko Nikkari, Vesa Vierikko
My rate: 4/5

Sutradara Finlandia Aki Kaurismäki punya bakat mengubah film dengan karakter dan premis yang sangat biasa menjadi sesuatu yang membuat penonton sulit mengalihkan pandang. Hal itu nampak dalam The Match Factory Girl: sebuah film tentang gadis yang biasa-biasa saja, tanpa sedikitpun karakter "istimewa" layaknya seorang protagonis, menjalani kehidupan yang tidak menarik. Akan tetapi, jika akun Twitter Big Ben yang isinya cuma BONG BONG BONG saja bisa punya ratusan ribu pengikut, film sederhana yang entah bagaimana menghipnotis ini tentu juga pantas mendapat perhatian. 

Selasa, 18 Oktober 2016

Review: Moebius


Tahun rilis: 2013
Sutradara: Kim Ki-duk
Bintang: Cho Jae-hyun, Seo Young-joo, Lee Eun-woo
My rate: 3.5/5


Seorang wanita, yang memergoki suaminya berselingkuh, hendak balas dendam dengan memotong kemaluan sang suami. Saat gagal, dia melakukannya pada putranya, lalu menelan potongannya. Menambah keabsurdan adegan ala berita kriminal di koran kuning ini, semua adegan itu dibuat tanpa dialog sama sekali. Tentu saja, adegan pembuka ini adalah sesuatu yang bisa Anda bayangkan dari sutradara senyentrik Kim Ki-Duk, dan menakjubkan bahwa dia bisa menciptakan film yang begitu tak nyaman dilihat sekaligus menarik untuk ditonton dari awal sampai akhir nyaris tanpa dialog.

Senin, 10 Oktober 2016

Review: Blue is the Warmest Color


Tahun rilis: 2013
Sutradara: Abdellatif Kechiche
Bintang: Adèle Exarchopoulos, Léa Seydoux, Salim Kechiouche, Jérémie Laheurte, Mona Walravens
My rate: 5/5

Pendapat saya secara singkat tentang Blue is the Warmest Color: ini adalah film berdurasi nyaris 3 jam yang dengan senang hati saya tonton berulang-ulang tanpa skip atau fast forward. Sekilas kelihatannya seperti drama biasa bertema tumbuh dewasa dan mencari cinta, dengan karakter utama lesbian. Akan tetapi, film yang disorot dengan sangat bersahaja ini menyimpan letupan-letupan emosi, hasrat, harapan dan sentimentalisme, yang tak diwujudkan secara hiperbolis namun terasa menggelegak di bawah permukaan. Lagipula, ini kisah tentang menjadi dewasa, dan tak ada yang bisa ditebak ketika seseorang berada di periode itu dalam hidupnya. 

Minggu, 09 Oktober 2016

Taxidermia


Tahun rilis: 2006
Sutradara: György Pálfi
Bintang: Csaba Czene, Gergely Trócsányi, Piroska Molnár, Adél Stanczel
My rate: 3/5

Kalau saja Mariya Ivancheva tidak menulis analisis yang begitu cemerlang tentang kaitan antara Taxidermia, museum House of Terror di Budapest, dan periode transisi sejarah Hungaria pasca Perang Dunia kedua, mungkin saya hanya bisa menganga keheranan dan mengernyit jijik menonton film kolaborasi Hungaria-Austria garapan György Pálfi ini. Label "satir" sepertinya menjadi senjata Pálfi untuk menyelipkan sebanyak mungkin adegan serba absurd, menjijikkan, dan in-your-face, sebagai simbolisme. Lebih lanjut, film ini memotret kehidupan tiga generasi keluarga dari tiga periode sejarah Hungaria: pasca Perang Dunia II, rezim komunis, dan era modern.

Jumat, 07 Oktober 2016

Breakfast on Pluto


Tahun rilis: 2005
Sutradara: Neil Jordan
Bintang: Cillian Murphy, Ruth Negga, Liam Neeson, Stephen Rea, Brendan Gleeson
My rate: 3.5/5

Film yang berkisah tentang karakter yang kerap dianggap tidak konvensional di masyarakat, terbuang sejak kecil dan berjuang mencari jati dirinya bukan sesuatu yang baru, sehingga menemukan judul yang benar-benar membuat waktu menonton kita tak terbuang sia-sia bisa susah-susah gampang. Breakfast on Pluto adalah salah satu yang, walaupun dari segi kisah tak terlalu istimewa, namun mampu memikat dengan visual meriah dan berwarna-warni yang membuat penonton bisa jadi tak sadar bahwa mereka sedang menyaksikan kisah tentang sosok yang cukup tragis. 

Selasa, 04 Oktober 2016

Review: Wake Wood


Tahun rilis: 2010
Sutradara: David Keating
Bintang: Aidan Gillen, Timothy Spell, Eva Birthistle, Ella Connolly
My rate: 3.5/5

Film-film horor yang menampilkan kengerian di pemukiman rural seperti Wicker Man (versi 1973, tentu), We Are Still Here dan Don't Look Now dengan sukses membidik ketakutan kita terhadap horor tak terduga di balik ketenangan dan keindahan alam pedesaan serta penduduk yang cenderung dianggap "lebih ramah" dari penduduk kota. Sebelum Hammer Film merilis The Quiet Ones yang relatif populer di kalangan pecinta film found footage, ada Wake Wood, film horor atmosferik yang walaupun relatif lebih jarang dikenal, namun lumayan efektif menggabungkan horor supernatural, audio visual brutal, dan tema keluarga yang mengharukan.

One on One


Tahun rilis: 2014
Sutradara: Kim Ki-Duk
Bintang: Ma Dong-Seok, Lee Yi-Kyung, King Young-Ming, Jo Dong-In
My rate: 2/5


Saya punya harapan besar ketika pertama kali membaca sinopsis singkat film terbaru Kim Ki-Duk, One on One. Kim Ki-Duk, yang dikenal sebagai "provokator" serta jagoan membuat penonton Barat maupun Timur merasa tak nyaman sekaligus tergugah lewat karya-karya seperti Moebius, Pieta, Beautiful, The Isle, Spring, Summer, Autumn, Winter dan Samaria, mengeksplorasi berbagai tema dan simbolisme yang menohok dalam cara bertutur yang tak konvensional. Ekspektasi saya pun melonjak tinggi ketika mendengar rencana Kim Ki-Duk menggarap thriller balas dendam, One on One, yang tidak memberi banyak informasi plot kecuali bahwa "sekelompok pembunuh yang menghabisi seorang gadis remaja gantian diburu oleh kelompok teroris misterius."

Sayangnya, seperti pepatah the higher you fly, the harder you fall, film ini membuat ekspektasi saya yang sudah melambung tinggi bukan lagi menurun, melainkan terbanting dan diinjak-injak dengan sadis.

Senin, 19 September 2016

Review: Manuscripts Don't Burn


Tahun rilis: 2013
Sutradara: Mohammad Rasoulof
Bintang: Nama-nama dirahasiakan
My rate: 4/5

Ketika kritikus film Roger Ebert mengunjungi Iran di tahun 90-an untuk memelajari sinemanya, dia bertanya pada seorang penggemar film lokal apa beda antara film-film Iran sebelum Revolusi 1979 (yang cenderung kurang dikenal) dan setelah revolusi (yang mulai menarik perhatian dunia). Jawaban si penggemar film: "di film-film pasca revolusi, tidak ada tokoh jahat." Kisah-kisah yang disampaikan rata-rata berakar pada tema besar sosial dan kultural, yang tentunya harus lolos badan sensor. Bahkan jika ada film-film yang berakar pada ketidakpuasan terhadap kehidupan masa pasca revolusi, seperti The White Meadows dan The Circle, idenya cenderung implisit dan bukan menohok langsung pihak-pihak tertentu di dalam tubuh pemerintah.

Inilah saat sutradara Mohammad Rasoulof nampaknya berpikir: "Fuck that. Let's be brave. Let's be mean this time." Dan Manuscripts Don't Burn pun lahir. 

Jumat, 09 September 2016

Inside


Tahun rilis: 2007
Sutradara: Julien Maury, Alexandre Bustillo
Bintang: Alysson Paradis, Beatrice Dalle
My rate: 3.5/5

Kehilangan suami, hampir kehilangan bayi, sendirian di rumah, dibuntuti, lalu diancam untuk dibunuh sebelum bayinya dirampas; itu semua adalah mimpi buruk wanita hamil manapun. Lewat Inside (À l'intérieur), sutradara Julien Maury dan Alexandre Bustillo berhasil mengolah premis yang sudah umum (orang asing mencoba menerobos masuk ke sebuah rumah untuk membunuh si pemilik rumah, dengan motivasi tertentu) menjadi pesta banjir darah memikat yang menohok salah satu ketakutan terdasar kaum wanita serta masyarakat urban, dan membuat film tersebut mampu mengelem penonton di tempat duduk dari awal sampai akhir.

Senin, 05 September 2016

A Girl Walks Home Alone at Night



Tahun rilis: 2014
Sutradara: Ana Lily Amirpour
Bintang: Sheila Vand, Arash Marandi, Marshall Manesh, Mozhan Marno
My rate: 4/5

Ana Lily Amirpour tidak membiarkan filmnya memenuhi semua ekspektasi yang mungkin dimiliki penonton internasional tentang vampir, wanita ber-chador, dan film berbahasa Parsi. A Girl Walks Home Alone at Night adalah sebuah traktiran visual yang membenturkan genre, memadu beragam simbolisme, mengusung realisme sekaligus surealisme, dan tentunya mengandalkan lagu-lagu serta musik yang tepat untuk membangun suasana dalam film yang agak minim dialog ini.

Jumat, 02 September 2016

Big Eden


Tahun rilis: 2001
Sutradara: Thomas Bezucha
Bintang: Arye Gross, Eric Schweig, Tim DeKay, Louise Fletcher, Joseph Conlan
My rate: 3.5/5

Ada kalanya saya ingin menonton kisah cinta yang "realistis," dengan problematika nyata dan wujud romantisme yang tidak terpoles ala karakter sinetron yang tidur pun pakai make-up. Ada kalanya pula saya ingin menonton sesuatu seperti Big Eden, drama romantis independen yang serba hangat dan manis tentang hubungan keluarga dan cinta segitiga. Inilah salah satu film pemanis otak pilihan saya jika sedang ingin rehat sejenak dari film-film LGBT realistis dimana "realistis" kerap bermakna "tragis," seperti The Bubble, Milk, Normal Heart, Torch Song Trilogy, Soldier's Girl, Go West, Monster, atau Boys Don't Cry. Untungnya, plot yang ala film Disney dan kisah cinta yang terasa agak utopis tidak mengganggu saya menikmati Big Eden, karena Thomas Bezucha tahu bagaimana membuat saya tetap bertahan menonton dari awal sampai akhir.

Kamis, 01 September 2016

Antikörper




Tahun rilis: 2005
Sutradara: Christian Alvart
Bintang: Wotan Wilke Möhring, André Hennicke, Norman Reedus, Heinz Hoenig
My rate: 3.5/5

Antikörper dibuka dengan serangkaian adegan serba kontras yang temponya meningkat cepat: dua polisi berseragam hitam menjawab telepon penghuni apartemen gelap kumuh di malam berhujan, close-up lukisan religius abstrak dengan dominasi warna merah, ruangan berubin putih dengan suara mesin pencatat ritme jantung layaknya kamar rumah sakit yang steril, dan pria bugil yang mengutak-atik kantung infus berisi darah. Adegan ini dengan cepat berkembang menjadi baku tembak dan kejar-kejaran, yang berujung pada ditangkapnya si pria bugil, Gabriel Engel (Hennicke). Engel ternyata adalah seorang pembunuh berantai yang telah memerkosa dan membunuh 13 anak lelaki, lalu menggunakan darah mereka untuk melukis. 

Rabu, 31 Agustus 2016

Calendar Girls


Tahun rilis: 2003
Sutradara: Nigel Cole
Bintang: Helen Mirren, Julie Walters, Linda Bassett, Celia Imrie, Philip Glenister
My rate: 3.5/5

Hal paling memikat dari komedi Inggris adalah kelucuan yang disampaikan dengan gaya bersahaja, dan mengandalkan dialog-dialog serba terkendali yang menyampaikan kelucuannya dengan lembut namun "menohok," bukan dengan ledakan-ledakan kelucuan menjurus slapstick yang pada akhirnya nampak terlalu dipaksakan. Hal yang sama bisa dirasakan ketika menonton Calendar Girls, drama komedi independen yang menampilkan bintang-bintang wanita paruh baya dalam kisah yang "biasa sekaligus tidak biasa." Sekumpulan wanita paruh baya dan lanjut usia yang bekerjasama mengumpulkan sumbangan untuk amal mungkin terdengar terlalu biasa untuk ukuran naskah film komedi, tapi bagaimana jika mereka melakukannya dengan cara berpose untuk kalender bugil? 

Minggu, 28 Agustus 2016

Review: The Lunchbox


Year of release: 2013
Director: Ritesh Batra
Casts: Irrfan Khan, Nimrat Kaur, Nawazuddin Siddiqui
My rate: 5/5

The Lunchbox, an Indian movie surprisingly bare from your typical songs and dances, was once a source of controversy because of the Film Federation of India's decision to pick The Good Road instead of The Lunchbox to become India's selection for the 86th Academy Awards' Best Foreign Film Category. There were many reasons behind the uproar, and while I have no capacity to judge, I agree that The Lunchbox is worthy of accolade because it is a love story everyone can connect with. The story is so simple yet deep that I found myself feeling dumbfounded when the movie ended, because I realized that, in this story, the man and woman never actually meet. 

White: The Melody of the Curse


Tahun rilis: 2011
Sutradara: Kim Gok, Kim Sun
Bintang: Ham Eun-Joong, Hwang Woo-seul-hye, May Doni Kim
My rate: 3/5

Saya bukan pendengar setia K-Pop dan tidak hapal sama sekali nama-nama grup yang sedang naik daun, tapi White: The Melody of the Curse yang mengusung horor di panggung K-Pop ini ternyata lumayan bikin ketagihan. Film ini mungkin sudah tak asing dari segi tema (hantu perempuan berambut panjang, arwah yang teraniaya semasa hidupnya, muncul dalam berbagai bentuk penampakan; you know the drill). Walau saya suka film horor, tapi saya jarang sekali ketagihan, dalam artian rela menonton satu film sampai berkali-kali, apalagi film horor hantu-hantuan yang sekali lihat saja daya tariknya biasanya sudah hilang. Akan tetapi, sedikit film horor yang membuat saya ketagihan semuanya memiliki unsur mirip: karakternya menarik, visualnya tidak bikin sakit mata, soundtrack-nya dipilih dengan seksama, dan jalan ceritanya diperhatikan dengan baik. White adalah film semacam itu. 

Mind Your Language


Tahun rilis: 1977
Sutradara: Sturt Allen
Bintang: Barry Evans, Zara Nutley, Albert Moses, Dino Shafeek, Pik-Sen Lim, Robert Lee, Ricardo Montez, Tommy Godfrey
My rate: 4/5

Zaman sekarang, sineas yang menggarap film dan serial dengan karakter serba stereotip (contoh: karakter kulit hitam pasti anggota geng atau penjahat, karakter Timur Tengah pasti teroris, karakter gay pasti genit atau punya kelainan mental, karakter Rusia pasti "musuh Amerika") akan langsung dikomentari dengan pedas, atau minimal dikritik dan dijadikan bahan lelucon oleh berbagai pihak. Saya sendiri sepenuhnya mendukung sineas atau studio film yang berani menggarap film dengan karakter segar dan unik, tanpa mengekor stereotip populer. Jadi, diam-diam saya agak merasa bersalah karena menyukai, bahkan tertawa terpingkal-pingkal, ketika menonton serial komedi situasi Inggris Mind Your Language (1977) yang justru memadatkan semua stereotip ras yang bisa Anda pikirkan dalam setiap episodenya. 

Hard Candy


Tahun rilis: 2005
Sutradara: David Slade
Bintang: Elliot Page, Patrick Wilson
My rate: 3.5/5

Sudah lama sekali sejak saya menonton Hard Candy untuk pertama kalinya, tapi beberapa film memang harus 'diendapkan' dulu sebelum ditonton lagi, untuk mengungkap keindahan tersembunyinya. Di tengah-tengah maraknya berita tentang pedofilia dan kekerasan terhadap anak, menonton film ini seperti fantasi yang terpuaskan soal apa yang bisa kita lakukan seandainya kita jadi karakter Elliot Page muda dalam thriller bertema balas dendam ini. 

Dogtooth


Tahun rilis: 2009
Sutradara: Yorgos Lanthimos
Bintang: Christos Stergioglou, Michelle Valley, Angeliki Papoulia, Mary Tsoni
My rate: 4/5

Di tengah krisis finansial yang mengobrak-abrik Yunani, sutradara Yorgos Lanthimos dan penulis naskah Efthimis Filippou berhasil mengusung nama negara mereka di kancah penghargaan perfilman bergengsi. Dogtooth (Kynodontas) berhasil menyabet berbagai penghargaan dari Academy Awards (nominasi Best Foreign Film), Cannes (Prix Un Certain Regard), Sitges Film Festival (Best Motion Picture Fantastic Award dan Citizen Kane Award for Best Directorial Revelation), dan masih banyak lagi. Lebih dari itu, film ini adalah kritik menggigit untuk kekuasaan otoriter dengan dalih melindungi, yang diungkapkan dengan serangkaian adegan yang mungkin akan membuat penonton yang nggak tegaan memalingkan muka. 

Isolation


Tahun rilis: 2005
Sutradara: Billy O'Brien
Bintang: Essie Davis, Marcel Lures, John Lynch, Ruth Negga
My rate: 3.5/5

Ada suasana yang berbeda setiap kali menonton film horor barat yang bukan buatan Amerika, entah itu Norwegia, Inggris, Jerman, Prancis, atau Irlandia. Masing-masing memiliki ciri khas tersendiri yang membuat mereka tidak generik, dan saya biasanya selalu tertarik menonton film horor produksi negara-negara ini bahkan ketika IMDB atau Rotten Tomatoes memberi mereka rating seadanya, karena saya ingin melihat bagaimana mereka menggarap tema-tema horor yang sebenarnya sudah umum dieksploitasi oleh Hollywood. Isolation adalah salah satunya. Film horor Irlandia yang tak banyak dikenal ini menawarkan sudut pandang segar yang menyenangkan dari tema umum "serangan-monster-hasil-rekayasa-genetis-salah-kaprah," dengan elemen minimalis dan jalan cerita yang tidak banyak berbasa-basi. 

The Thin Blue Line


Tahun rilis: 1995
Sutradara: John Birkin
Jumlah musim: 2
Bintang: Rowan Atkinson, James Dreyfus, Mina Anwar, Rudolph Walker, Serena Evans, David Haig
My rate: 4/5

Anda yang hanya mengenal Rowan Atkinson sebagai komedian tanpa kata-kata yang bergumam-gumam dalam Mr. Bean biasanya akan takjub melihatnya mengocehkan banyak dialog untuk pertama kalinya, misalnya dalam film Bean atau Johnny English. Akan tetapi, kalau Anda mau melihat Rowan Atkinson bermain sebagai inspektur polisi kota kecil yang kaku, taat peraturan, agak kolot dan seorang grammar Nazi, Anda harus menonton serial The Thin Blue Line. Serial yang ditayangkan BBC 1 ini hanya berlangsung dua musim, namun saya sangat menyukainya, walaupun harus melewatkan seminggu penuh membiasakan telinga dengan dialog-dialog berlogat British yang kental agar bisa tertawa. 

Vicious


Tahun rilis: 2013
Sutradara: Ed Bye
Jumlah musim: 2
Bintang: Ian McKellen, Derek Jacobi, Iwan Rheon, Fransesca de la Tour, Marcia Warren
My rate: 3.5/5

Oke, jika saya bilang Gandalf dan Ramsay Snow si penyiksa sadis di Game of Thrones ngumpul bareng, maksud saya adalah Sir Ian McKellen dan Iwan Rheon beradu akting dalam komedi situasi Inggris, Vicious, yang disiarkan ITV pada tahun 2013 dan dengan cepat menjadi serial komedi situasi favorit saya. Vicious berhasil memikat saya dengan dialog-dialognya yang khas British humor: lucu namun tajam menohok dengan humor cerdas nan sarkastik, yang makin mantap disampaikan dengan logat Inggris yang legit itu. 

3-Iron


Tahun rilis: 2004
Sutradara: Kim Ki-Duk
Bintang: Jae Hee, Lee Seung-Yeon
My rate: 3.5/5

Jujur, saya bukan orang yang terlalu suka menonton film yang sejak awal sudah ditawarkan sebagai "film romansa." Akan tetapi, ini filmnya Kim Ki-Duk, sutradara Korea yang nyentrik dengan film-film out of the box yang bisa sangat memikat walaupun minim dialog. 3-Iron (Bin-Jip) adalah salah satu filmnya yang mendapat rating cukup tinggi (8/10 di IMDB dan 87% di Rotten Tomatoes), dengan karakterisasi yang unik namun entah bagaimana masih believable. Jika film-film Quentin Tarantino memikat dengan dialog-dialognya yang super asyik, tajam, dan selalu asyik untuk dikutip, Kim Ki-Duk adalah spektrum yang berlawanan: memikat justru dengan fokus ke karakter dan jalan cerita yang tidak selalu membutuhkan dialog. 

Sabtu, 27 Agustus 2016

Grace


Tahun rilis: 2009
Sutradara: Paul Solet
Bintang: Jordan Ladd, Gabriel Rose, Samantha Ferris, Stephen Park
My rate: 3/5

Grace memang film yang sudah agak lama, namun agak kurang terekspos walaupun filmnya sendiri cukup bagus (tapi sepertinya memang banyak film horor bagus yang bernasib seperti ini). Grace punya tema yang cukup unik dan digarap dengan bagus, dan film ini punya semuanya: emosi, drama, kengerian yang tidak 'menerjang' kita langsung namun merayap perlahan-lahan, dan tentunya akting yang kuat dari Jordan Ladd sebagai tokoh utama, Madeline. 

The Adventures of Priscilla, Queen of the Desert


Tahun rilis: 1994
Sutradara: Stephan Elliott
Bintang: Hugo Weaving, Guy Pearce, Terrence Stamp
My rate: 4/5

Setelah menulis soal peran lama Lee Pace sebagai si cantik Calpernia Addams, kali ini saya ingin mengulas film alumni The Hobbit lainnya, yaitu Lord Elrond alias Hugo Weaving dalam The Adventures of Priscilla, Queen of the Desert. Film ini rilis 7 tahun sebelum LOTR: The Fellowship of the Ring, tetapi karena saya menonton Priscilla setelah menonton semua film LOTR, kesannya jadi kuat sekali karena Lord Elrond yang saya kenal mendadak tampil dalam balutan gaun berkilau, korset, sepatu hak tinggi, wig, dandanan tebal, dan tak lupa dansa sambil lipsync menyanyikan lagu-lagu ABBA. 

Soldier's Girl


Tahun rilis: 2003
Sutradara: Frank Pierson
Bintang: Lee Pace, Troy Garity
My rate: 3.5/5

Bagi Anda yang baru saja menonton film The Hobbit bagian terakhir dan kesengsem dengan si raja Elf Thranduil yang diperankan Lee Pace, sebaiknya juga menonton film pertamanya, Soldier's Girl, film yang terinspirasi dari kisah nyata Calpernia Addams, yang tentunya tak seheboh The Hobbit (karena dibuat untuk film televisi), namun menunjukkan performa akting yang luar biasa dari Lee. Dan jika Anda membaca judul artikel ini, coba tebak siapa yang jadi sang penghibur transgendernya?

Dan ya, setelah cekikikan saya reda setelah melihat Lee menari dengan kostum super seksi di atas panggung (karena sebelumnya sudah membayangkan dirinya sebagai raja Elf berbaju perang lengkap dengan tatapan mata senggol-bacoknya itu), saya makin lama makin terhanyut dengan alur film drama yang jauh dari jor-joran ini, sebelum akhirnya kepingin ikut menangis menggerung-gerung bersama karakter Lee menjelang akhir film. 

Contracted


Tahun rilis: 2013
Sutradara: Eric England
Bintang: Najarra Townsend, Caroline Williams, Alice MacDonald
My rate: 3.5/5

Zombie kini sudah menjadi monster 'wajib' dalam film horor. Semua yang berbau zombie sudah dibolak-balik, digodok, diramu dan dicampur-aduk dengan bermacam bumbu dalam berbagai film; mulai dari rombongan zombie pelari marathon (dan sasaran empuk untuk diledakkan kepalanya) di film-filmnya George A. Romero, zombie dalam film ala mockumentary di REC dan salah satu segmen film antologi V/H/S, zombie dengan bumbu komedi di Shaun of the Dead, zombie yang bisa naksir cewek di Warm Bodies, orang yang berubah jadi zombie saat bulan madu di Zombie Honeymoon, dan bahkan zombie yang walau serem bisa dibikin keok hanya dengan melemparkan sayur-sayuran ke arahnya di game Plant VS Zombies (yang bikin horor adalah ketika kerjaan saya nggak selesai-selesai dan deadline numpuk gara-gara game ini).

Makanya, tiap kali nonton film zombie, saya tidak pernah berharap banyak selain melihat adegan-adegan seru ketika tokoh utama 'berinteraksi' dengan zombie, karena rasanya kok saya sudah lihat semua jenis film zombie. Tapi, itu sebelum saya menonton Contracted. 

Smoke Signals


Tahun rilis: 1998
Sutradara: Chris Eyre
Bintang: Adam Beach, Evan Adams, Irene Bedard, Gary Farmer
My rate: 3/5

Begitu mendengar film "Indian Amerika," apa yang ada di benak anda? Orang-orang berwajah garang berambut hitam panjang, dengan bando kepala berbulu, wajah dicat, busur panah, menunggang kuda dan berteriak-teriak menyerbu gerombolan koboi? Nah, film "Indian" yang satu ini sama sekali tidak menampilkan semua itu (tapi rambut gondrongnya iya). Smoke Signals adalah film drama independen garapan Chris Eyre, sutradara Amerika yang juga keturunan suku Arapaho dan Cheyenne, yang terkenal karena film-filmnya yang menolak stereotip khas Hollywood dalam film-film mereka yang menampilkan orang Indian. Skenarionya diangkat dari cerpen berjudul This Is What It Means to Say Phoenix, Arizona karya Sherman Alexie.

Skins


Tahun rilis: 2002
Sutradara: Chris Eyre
Bintang: Eric Schweig, Graham Greene, Gary Farmer, Noah Watts
My rate: 3.5/5

Figur bangsa Indian Amerika mungkin menimbulkan imaji romantis di benak orang-orang jaman modern, hingga tahap dimana film-film seperti Dances With Wolves dan The Last of the Mohicans, atau novel macam Winnetou, ditonton serta dibaca berulang-ulang sebagai 'referensi' terhadap kehidupan bangsa Indian. Tetapi, hei, jaman berubah, dan begitu pula mereka. Orang pribumi Amerika memang tidak lagi berkeliaran di hutan dengan bulu-bulu di kepala dan menenteng busur kemana-mana. Tetapi sebagian besar dari mereka juga menjalani hidup layaknya orang-orang modern. Mereka bekerja, bersekolah, anak mudanya banyak yang lebih suka mendengar musik rock dan hip-hop ketimbang memelajari seni drum pow-wow, dan seterusnya. 

The Last House on the Left

Tahun rilis: 1972
Sutradara: Wes Craven
Bintang: Sandra Peabody, Lucy Grantham, David A. Hess, Fred Lincoln, Jeremy Rain. 
My rate: 3/5

Film semacam The Last House on the Left (1972) termasuk salah satu yang bisa membuat saya mengembangkan imajinasi dan cerita saya sendiri, jauh setelah filmnya selesai (yang mungkin bisa lebih heboh dari cerita aslinya, kalau saja saya punya uang dan kemampuan untuk memfilmkannya). Temanya sebetulnya tidak benar-benar baru. Semacam film rape-and-revenge, dimana ada seorang tokoh wanita yang diperkosa dan kemudian dibalaskan dendamnya, entah oleh dia sendiri maupun orang lain. Di Indonesia, plot semacam itu paling populer dalam film horor bertema hantu, dimana hantu perempuan yang diperkosa dan dibunuh kemudian membalas dendam pada para pelaku.

Jadi, tidak sulit memahami bagian pertama ini, 'kan? Lalu mengapa film ini istimewa bagi saya? Dan mengapa, seperti yang anda bisa lihat, mereka harus mencantumkan kata-kata "Agar tidak pingsan, harap ulang kata-kata ini: hanya film, hanya film..." di poster filmnya?

Hai, Para Tukang Nonton!

Wah, akhirnya saya bikin ikutan tren bikin blog khusus film!

Selama ini, saya suka ngeblog di The Lore Master, dimana saya ngoceh segala hal tentang karya-karya J.R.R. Tolkien dan topik random lainnya. Akan tetapi, setelah beberapa lama, saya kok merasa kalau semua ulasan tentang film secara umum harusnya ditaruh di blog berbeda, terutama setelah saya semakin banyak menekuni Tolkien dan merasa kalau The Lore Master sebaiknya didominasi artikel terkait hal tersebut. Maka, saya putuskan untuk membuat blog Gubuk Sinema ini, dan memindahkan artikel-artikel film dari blog The Lore Master ke sini (hanya artikel khusus film lho ya, bukan semuanya).

Isi blog ini? Yah, seperti biasa, racauan tentang film. Saya juga nggak pakai format terlalu formal atau gimana (mungkin rada mirip dengan salah satu blog film kesukaan saya, Raditherapy, walaupun saya nggak begitu bisa bikin tulisan caur ala ulasan-ulasan horor KK Dheeraj-nya). Isinya juga bukan selalu film baru, karena saya jarang banget bisa ke bioskop saat film baru muncul. Bisa berbulan-bulan bahkan tahunan sebelum saya akhirnya bisa nonton film yang semua orang udah lihat di bioskop. Saya suka berburu film-film yang tidak begitu diperhatikan pasar mainstream, tetapi saya nggak snob, kok. Kalau ada film baru yang kebetulan saya bisa nonton dan saya suka, ya saya masukkan juga. Kesimpulannya, ini blog film suka-suka, tapi semoga bisa jadi inspirasi kalau lagi pingin cari inspirasi nonton.

Mari nonton sampai mata merah! :-)