Senin, 19 September 2016

Review: Manuscripts Don't Burn


Tahun rilis: 2013
Sutradara: Mohammad Rasoulof
Bintang: Nama-nama dirahasiakan
My rate: 4/5

Ketika kritikus film Roger Ebert mengunjungi Iran di tahun 90-an untuk memelajari sinemanya, dia bertanya pada seorang penggemar film lokal apa beda antara film-film Iran sebelum Revolusi 1979 (yang cenderung kurang dikenal) dan setelah revolusi (yang mulai menarik perhatian dunia). Jawaban si penggemar film: "di film-film pasca revolusi, tidak ada tokoh jahat." Kisah-kisah yang disampaikan rata-rata berakar pada tema besar sosial dan kultural, yang tentunya harus lolos badan sensor. Bahkan jika ada film-film yang berakar pada ketidakpuasan terhadap kehidupan masa pasca revolusi, seperti The White Meadows dan The Circle, idenya cenderung implisit dan bukan menohok langsung pihak-pihak tertentu di dalam tubuh pemerintah.

Inilah saat sutradara Mohammad Rasoulof nampaknya berpikir: "Fuck that. Let's be brave. Let's be mean this time." Dan Manuscripts Don't Burn pun lahir. 

Jumat, 09 September 2016

Inside


Tahun rilis: 2007
Sutradara: Julien Maury, Alexandre Bustillo
Bintang: Alysson Paradis, Beatrice Dalle
My rate: 3.5/5

Kehilangan suami, hampir kehilangan bayi, sendirian di rumah, dibuntuti, lalu diancam untuk dibunuh sebelum bayinya dirampas; itu semua adalah mimpi buruk wanita hamil manapun. Lewat Inside (À l'intérieur), sutradara Julien Maury dan Alexandre Bustillo berhasil mengolah premis yang sudah umum (orang asing mencoba menerobos masuk ke sebuah rumah untuk membunuh si pemilik rumah, dengan motivasi tertentu) menjadi pesta banjir darah memikat yang menohok salah satu ketakutan terdasar kaum wanita serta masyarakat urban, dan membuat film tersebut mampu mengelem penonton di tempat duduk dari awal sampai akhir.

Senin, 05 September 2016

A Girl Walks Home Alone at Night



Tahun rilis: 2014
Sutradara: Ana Lily Amirpour
Bintang: Sheila Vand, Arash Marandi, Marshall Manesh, Mozhan Marno
My rate: 4/5

Ana Lily Amirpour tidak membiarkan filmnya memenuhi semua ekspektasi yang mungkin dimiliki penonton internasional tentang vampir, wanita ber-chador, dan film berbahasa Parsi. A Girl Walks Home Alone at Night adalah sebuah traktiran visual yang membenturkan genre, memadu beragam simbolisme, mengusung realisme sekaligus surealisme, dan tentunya mengandalkan lagu-lagu serta musik yang tepat untuk membangun suasana dalam film yang agak minim dialog ini.

Jumat, 02 September 2016

Big Eden


Tahun rilis: 2001
Sutradara: Thomas Bezucha
Bintang: Arye Gross, Eric Schweig, Tim DeKay, Louise Fletcher, Joseph Conlan
My rate: 3.5/5

Ada kalanya saya ingin menonton kisah cinta yang "realistis," dengan problematika nyata dan wujud romantisme yang tidak terpoles ala karakter sinetron yang tidur pun pakai make-up. Ada kalanya pula saya ingin menonton sesuatu seperti Big Eden, drama romantis independen yang serba hangat dan manis tentang hubungan keluarga dan cinta segitiga. Inilah salah satu film pemanis otak pilihan saya jika sedang ingin rehat sejenak dari film-film LGBT realistis dimana "realistis" kerap bermakna "tragis," seperti The Bubble, Milk, Normal Heart, Torch Song Trilogy, Soldier's Girl, Go West, Monster, atau Boys Don't Cry. Untungnya, plot yang ala film Disney dan kisah cinta yang terasa agak utopis tidak mengganggu saya menikmati Big Eden, karena Thomas Bezucha tahu bagaimana membuat saya tetap bertahan menonton dari awal sampai akhir.

Kamis, 01 September 2016

Antikörper




Tahun rilis: 2005
Sutradara: Christian Alvart
Bintang: Wotan Wilke Möhring, André Hennicke, Norman Reedus, Heinz Hoenig
My rate: 3.5/5

Antikörper dibuka dengan serangkaian adegan serba kontras yang temponya meningkat cepat: dua polisi berseragam hitam menjawab telepon penghuni apartemen gelap kumuh di malam berhujan, close-up lukisan religius abstrak dengan dominasi warna merah, ruangan berubin putih dengan suara mesin pencatat ritme jantung layaknya kamar rumah sakit yang steril, dan pria bugil yang mengutak-atik kantung infus berisi darah. Adegan ini dengan cepat berkembang menjadi baku tembak dan kejar-kejaran, yang berujung pada ditangkapnya si pria bugil, Gabriel Engel (Hennicke). Engel ternyata adalah seorang pembunuh berantai yang telah memerkosa dan membunuh 13 anak lelaki, lalu menggunakan darah mereka untuk melukis.