Selasa, 15 November 2016

Review: 35 Shots of Rum


Tahun rilis: 2008
Sutradara: Claire Denis
Bintang: Mati Diop, Alex Descas, Nicole Dogue, Grégoire  Colin
My rate: 4/5

Ketika Yasujirō Ozu merilis Late Spring di tahun 1949, dia mungkin tak menyangka bahwa drama tersebut akan menginspirasi seorang sutradara wanita Prancis untuk membuat film yang sama indahnya 59 tahun kemudian. Lewat 35 Shots of Rum, Claire Denis menghadirkan drama yang terlihat bersahaja, namun sarat akan gejolak emosi tersembunyi. Layaknya genre shomingeki di Jepang yang memotret kehidupan kaum kelas pekerja, 35 Shots of Rum menampilkan potret intim kaum imigran kelas pekerja di Prancis lewat pasangan ayah dan anak berdarah Mali, yang berada dalam persimpangan besar di kehidupan mereka yang tadinya tentram tanpa gejolak.

Lionel (Descas) adalah seorang kondektur dan duda cerai yang hidup berdua dengan putrinya, Josephine (Diop), yang telah dibesarkannya sejak kecil. Mereka berdua hidup tentram di sebuah flat kaum kelas pekerja di pinggir kota, dan menjalani hidup tenang dengan perhatian hanya untuk satu sama lain. Keduanya paling akrab dengan supir taksi bernama Gabrielle (Dogue) dan pemuda bernama Noé (Colin) yang hidupnya bisa dibilang agak berantakan, namun memendam perasaan terhadap Josephine.

Ketika menghadiri pesta perpisahan dengan koleganya yang baru pensiun, Lionel menyadari temannya itu merasa kosong dan limbung tanpa pekerjaannya, walau dia memasang wajah bahagia di pesta. Lionel untuk pertama kalinya pun menyadari bahwa dia suatu saat akan pensiun dan mungkin berakhir sendirian ketika putrinya mandiri dan meninggalkannya. Pada akhirnya, mobil yang mogok di tengah hujan serta sebuah peristiwa bunuh diri membuat Lionel dan Josephine sama-sama harus membuat keputusan besar, yang mungkin berujung pada berakhirnya kehidupan tentram yang mereka kenal.

35 Shots of Rum mengambil pendekatan yang mirip dengan Late Spring. Sesuai dengan karakteristik genre shomingeki dimana Late Spring termasuk di antaranya, 35 Shots of Rum menggunakan plot sederhana serta pergerakan kamera yang cenderung statis, namun dengan cerdas memotret detail-detail intim kehidupan keluarga kelas pekerja dimana setiap bentuk komunikasi tak tersurat diberi perhatian sama besar dengan dialog; berkat film ini, saya kini tak lagi bisa memandang rice cooker dengan cara yang sama (kalau Anda menonton ini, Anda akan paham maksud saya).

Claire Denis memotret interaksi Lionel dan Josephine dengan level keintiman yang melewati batasan kata-kata; lewat cara mereka saling menyapa saat pulang, saling mengambilkan makanan dan berbagai interaksi sederhana lainnya, kita diajak "berinvestasi" secara emosional terhadap hubungan mereka. Lionel dan Josephine mungkin senang bisa menjalani hidup yang relatif tentram di Prancis walau tidak bergelimang kekayaan. Mereka bukan potret kaum imigran yang "bekerja keras" sehingga bisa berakhir di buku-buku biografi atau tips keuangan (seolah orang-orang biasa tidak "bekerja keras" setiap harinya!). Merekalah potret kaum imigran pekerja keras yang hanya berusaha menjalani hidup hari demi hari, mungkin dengan setitik ketidakpercayaan bahwa mereka bisa mencapai level kenyamanan seperti itu di negara yang tak selalu ramah pada imigran. Mungkin kehidupan mereka tak istimewa di mata orang, namun sesungguhnya juga kaya akan kedalaman emosional. 

Saya yakin Lionel dan Josephine masing-masing juga menyadari bahwa kehidupan tentram dan tenang mereka akan berakhir suatu hari nanti, dan itu nampak dari cara mereka berinteraksi dengan orang lain di luar lingkungan kediaman mereka sendiri. Cara Lionel dan Josephine berinteraksi dengan orang lain bukannya tidak ramah, namun ada kesan kegugupan dan keraguan, seolah mereka tak rela orang lain menembus dinding emosional yang melingkupi sarang kecil mereka. Bahkan dengan Gabrielle dan Noé, tetangga yang paling dekat, mereka masih menunjukkan sikap menjaga jarak itu, sampai suatu peristiwa tak terduga memaksa mereka berkumpul di satu ruang yang sama dan akhirnya saling menghadapi ketakutan masing-masing akan masa depan.

35 Shots of Rum adalah bukti bahwa cerita yang sederhana dan melibatkan karaker "tak istimewa" pun bisa menarik ketika digarap dengan tepat. Siapa bilang kisah orang-orang biasa tak akan bisa jadi menarik? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Gimana pendapat Anda?