Jumat, 30 Desember 2016

Review: The Autopsy of Jane Doe


Tahun rilis: 2016
Sutradara: André Øvredal
Bintang: Emile Hirsch, Brian Cox, Olwen Kelly, Ophelia Lovibond, Michael McElhatton
My rate: 3.5/5

Nama sutradara Norwegia André Øvredal mulai dikenal para penyuka film di negara-negara berbahasa Inggris ketika dia merilis Trollhunter (2010), film unik yang menggabungkan konsep found footage, horor, dan petualangan yang bertema misi membuktikan kebenaran mitologi Troll. Tahun ini, Øvredal kembali dengan merilis film berbahasa Inggris pertamanya. The Autopsy of Jane Doe mungkin bukan film horor yang terlalu "aneh," terutama jika Anda tergolong veteran dalam soal nonton film horor. Akan tetapi, ide unik, cerita yang menarik serta tempo penggarapan cerita yang sabar namun memikat membuat film ini cukup berkesan.

The Autopsy of Jane Doe dibuka dengan penemuan sesosok mayat perempuan misterius tak bernama. Mayat tersebut kemudian dibawa ke rumah seorang ahli koroner Tommy (Cox) dan anaknya yang pemeriksa medis bersertifikat, Austin (Hirsch). Mayat tersebut nampak normal dari luar dan masih relatif baru serta tanpa cacat, namun ketika memeriksa keadaannya lebih lanjut, mereka menemukan keanehan-keanehan, seperti mata yang sudah terlihat berkabut padahal seharusnya tidak, berbagai cedera dalam, serta lidah yang dicabut. Mereka juga menemukan lonceng kecil di kakinya. Karena mayat tersebut tidak memiliki identitas, mereka menamainya Jane Doe.

Ketika berbagai situasi janggal seperti kematian misterius kucing mereka, badai yang mendadak datang, hingga simbol-simbol aneh yang ditemukan dalam perut mayat mulai bermunculan, Tommy dan Austin menyadari bahwa mayat tersebut mungkin ada sangkut-pautnya. Mereka pun terus berusaha menggali misteri yang menyelimuti mayat tersebut, serta kisah tragis di baliknya, sebelum nyawa mereka terancam.

The Autopsy of Jane Doe tidak menyuguhkan sesuatu yang baru dari segi horor supernatural, namun Øvredal berhasil menggarap film ini sedemikian rupa sehingga menyuguhkan sesuatu yang cukup segar. Karakter pemeriksa mayat, yang dalam film horor biasanya hanya berfungsi sebagai "perkakas" agar si tokoh utama bisa memecahkan misteri mengerikan, kini menjadi kekuatan utama yang disorot. Kita tahu pemeriksa mayat atau ahli forensik kawakan sudah terbiasa berurusan dengan hal-hal yang bagi orang biasa mungkin mengerikan atau menjijikkan, jadi bagaimana Anda bisa membuat orang-orang semacam ini gentar? Inilah yang disuguhkan Øvredal, dan hasilnya tak mengecewakan.

Berbagai film horor seperti The Ring, Blair Witch Project,Willow Creek dan masih banyak lagi biasanya melibatkan karakter yang mengunjungi suatu tempat untuk membongkar misteri di balik sebuah kengerian. Akan tetapi, The Autopsy of Jane Doe tidak pergi ke mana-mana; para pemeriksa mayat ini terjebak dalam rumah sekaligus ruang periksa mereka, dan jika mereka ingin menguak misteri di balik si mayat, mereka harus menggali secara harfiah, yaitu terus masuk ke dalam rongga-rongga tubuh si mayat serta menemukan jawaban di balik tiap kejanggalan yang mereka lihat. Yah, seperti apa yang dilakukan pemeriksa mayat biasa, namun dengan twist tentu saja. Inilah yang membuat film ini terasa "segar," yaitu sudut pandang berbeda dari sesuatu yang sudah biasa.

Mungkin karena saya terlalu terbawa proses cermat yang dilakukan Austin dan Tommy, serta misteri demi misteri yang mereka temukan, saya jadi sedikit merasa "kosong" ketika film berakhir. Maksudnya, akhir filmnya memang bagus dan memberi konklusi untuk semua misteri tersebut, tetapi rasanya masih kurang memuaskan. Akan tetapi, karena secara keseluruhan film ini sangat segar dan menarik dari segi penggarapan, buat saya ini hanya masalah kecil.

Aktris Olwen Kelly juga berakting maksimal sebagai mayat berkode Jane Doe. Peran tersebut membuat dirinya harus berbaring setidaknya 10 jam sehari selama proses syuting di atas meja otopsi yang dingin dan keras. Kelly sendiri seorang model (yang berarti dia memiliki kontrol bagus terhadap tubuhnya) serta penyuka yoga (membuatnya bisa bernapas dengan sangat pelan serta berakting mati secara meyakinkan). Pendek kata, walau banyak hal yang bisa ditingkatkan dari film ini, plus deretan pemain yang kurang dikenal, Øvredal berhasil menunjukkan ciri khasnya dalam film horor independen di penghujung tahun ini: bukan sesuatu yang menghantui, namun segar, unik dan menawarkan sudut pandang baru dari sesuatu yang sudah biasa.

4 komentar:

  1. masih penasaran di ending itu kira kira mau dikemanakan lagi si Jane Doe nya.. hmmmm

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kadang ada film horor yang endingnya emang sengaja diumpetin, biar kesannya misterius. Ini pasti sengaja biar misterinya dapat dan kita nebak-nebak sendiri pakai imajinasi. :-)

      Hapus
  2. Bertahun-tahun gw nunggu sequel dari ini film.. tapi tetep nggak dibuat-buat, mungkin kalo dibuat lebih milih mundur sih waktunya ke tahun 1600an, awal semua terjadi, kenapa ini cewek bisa jadi penyihir, terus siksaan apa yang dia dapet, sama apa yang sebetulnya dia cari di film The Autopsy of Jane Doe, sampe bisa jalan-jalan dari satu daerah ke daerah lainnya...

    Atau minimal, penjelasan endingnya lah... Biar nggak kentang banget ini nontonnya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebenarnya penasaran juga sih sama backstory-nya si cewek ini. Pasti menarik kalau bisa tahu, soalnya konsepnya keren. Emang sih kadang2 penonton harus nerima kalau backstory-nya nggak terlalu diumbar, soalnya misterinya jadi rusak. Tapi kadang kepingin tahu juga biar nggak penasaran.

      Hapus

Gimana pendapat Anda?