Jumat, 31 Maret 2017

Review: Todo Sobre Mi Madre


Tahun rilis: 1999
Sutradara: Pedro Almodóvar
Bintang: Cecilia Roth, Marisa Paredes, Antonia San Juan, Penélope Cruz, Candela Peña, Eloy Azorin
My rate: 5/5

Mentonton Todo Sobre Mi Madre (All About My Mother) bagaikan menyaksikan gado-gado genre dan tema: sebuah melodrama, parodi melodrama, potret ironi kecil kehidupan, eksplorasi mikroskopis terhadap karakter yang berasal dari area terpinggirkan di masyarakat, drama di dalam drama, serta tribut kepada Bette Davis, Truman Capote, Tennessee Williams, All About Eve dan A Streetcar Named Desire. Akan tetapi, alih-alih menjadikan filmnya bak tempelan berbagai referensi dangkal, Pedro Almodóvar mampu menjadikan Todo Sobre Mi Madre sebagai sebuah tontonan yang memuaskan secara emosional, penuh paradoks tetapi dengan porsi pas antara self-parody dan drama menyentuh. 

Cerita ini dibuka dengan gambaran kehidupan sehari-hari Manuela (Roth) dan putranya, Esteban (Azorin). Manuela adalah pekerja medis yang bertugas untuk berkomunikasi dengan kerabat orang yang telah meninggal, jika orang tersebut mendaftarkan dirinya sebagai donor organ tubuh. Putranya, Esteban, ingin menjadi penulis dan menghabiskan waktu mencoret-coret segala macam di buku catatannya, serta selalu bertanya-tanya mengapa foto-foto yang ada ayahnya semuanya robek separuh, sehingga wajah sang ayah tidak pernah dilihatnya. Esteban juga adalah fans berat aktris panggung bernama Huma Rojo (Paredes), yang memerankan Blanche dalam adaptasi drama A Streetcar Named Desire, dan dia meminta Manuela membawanya ke pertunjukan itu sebagai hadiah ulang tahunnya yang ke-17.

Ketika ingin meminta tanda tangan Huma, Esteban tertabrak mobil dan meninggal. Manuela yang berduka pun memutuskan pergi ke Barcelona, dan di sana, dia bertemu dengan sahabatnya, seorang pelacur bernama Agrado (San Juan). Manuela juga bertemu kembali dengan Huma, kekasih Huma yang lebih muda, Nina (Pena), serta seorang biarawati muda bernama Rosa (Cruz). Kehadiran Lola, seorang transpuan yang pernah dekat dengan Manuela di masa lalu, juga akhirnya mengikat nasib para karakter ini dan membuat kehidupan mereka berkelindan dalam cara yang tidak terduga.

Pedro Almodóvar terkenal dengan cerita-ceritanya yang melibatkan tokoh-tokoh yang kerap terpinggirkan di masyarakat atau dipandang sebelah mata: kaum gay dan transgender, wanita yang mengalami KDRT, pelacur, penderita AIDS, orang tua tunggal, korban pelecehan seksual, dan sebagainya. Semua filmnya selalu menawarkan sesuatu yang tidak biasa, namun Todo Sobre Mi Madre menurut saya adalah film terbaiknya sejauh ini. Walaupun tanpa elemen fantastis, "menohok" atau kontroversial seperti yang ada dalam Pepi, Luci, Bom, Kika, Matador atau La Ley Del Deseo, Todo Sobre Mi Madre dengan sukses merangkai dialog yang hidup (dan menurut saya memang sangat cocok dibawakan dalam bahasa Spanyol), berbagai referensi literatur, drama panggung dan film lawas, serta kejutan tak terduga dari penggambaran karakter yang dinamis.

Todo Sobre Mi Madre menggabungkan visual yang berwarna-warni dan set ala panggung dengan gambaran muram realita kehidupan; adegan Manuela naik taksi di malam hari mengitari area tanah kosong tempat para pelacur menjajakan diri (sedikit mengingatkan pada visual ala Fellini) dikontraskan dengan set penuh warna dan dialog "ramai" di apartemen Agrado. Berbagai adegan seolah memberi makna gamblang pada istilah "hidup hanyalah panggung sandiwara." Lewat serangkaian peristiwa, Manuela berhasil mendapat pekerjaan sebagai asisten Huma Rojo, sama seperti Eve yang mendapat kepercayaan Margo dalam All About Eve (film klasik yang temanya sangat ditonjolkan dalam Todo Sobre Mi Madre). Manuela menjadi aktris yang memerankan seorang janda yang suaminya meninggal dan dia diminta mendonorkan organ suaminya; beberapa adegan kemudian, dia harus melakukan hal yang sama di dunia nyata, setelah Esteban meninggal dalam kecelakaan.

Almodóvar dengan gesit berpindah antara yang nyata dan artifisial, yang normal dan dianggap abnormal di mata masyarakat umum, menggabungkan batas antara drama panggung, dunia film, dan dunia nyata para tokohnya, tidak mengizinkan kita untuk membedahnya, dan kita hanya bisa terhanyut di dalam jalinan kisah serta interaksi para karakternya yang berwarna-warni. Tidak ada yang datar dari film-film Almodóvar; seorang pelacur waria secara mengejutkan bahkan bisa menjadi lebih bijak ketimbang biarawati. Kita bahkan mungkin tidak akan sadar bahwa film ini sejatinya menjelajahi tema-tema "berat" seperti konflik saat hendak mendonorkan organ tubuh mendiang keluarga, hasrat untuk berganti kelamin, prasangka terhadap orang dengan HIV/AIDS, seksualitas, dan obat terlarang. Semuanya membaur dengan apik dalam plot dengan begitu alami, mungkin sealami yang diinginkan Almodóvar agar kita memandang setiap aspek kehidupan tanpa kacamata hitam/putih.

Setiap referensi yang berhasil saya temukan membuat saya kegirangan, namun bahkan yang tidak tahu apa-apa tentang A Streetcar Named Desire dan All About Eve juga bisa menemukan banyak keindahan dalam film ini: bahwa hidup itu kaya, penuh misteri dan kaitan yang mengejutkan, bahwa pengalaman hidup setiap orang itu tidak terduga, dan kehidupan nyata seringkali justru bisa lebih absurd daripada drama panggung manapun yang pernah dibuat umat manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Gimana pendapat Anda?