Senin, 24 April 2017

Review: The Snowtown Murders


Tahun rilis: 2011
Sutradara: Justin Kurzel
Bintang: Daniel Henshall, Lucas Pittaway, Louis Harris, Richard Green, Anthony Groves, Aaron Viergever
My rate: 4/5

Dunia tidak akan pernah kekurangan kisah pembunuhan yang menggoda untuk diangkat ke layar lebar. Itulah kenyataan hidup yang entah akan membuat Anda tak nyaman atau malah bersemangat; maksudnya tentu bersemangat melihat film seperti apa yang akan hadir. Sayangnya, tidak semua peristiwa pembunuhan spektakuler di dunia nyata diterjemahkan menjadi film yang bagus. Untungnya, The Snowtown Murders adalah kebalikannya: harta karun tersembunyi dari Australia yang mengisahkan tentang bagaimana marginalisasi dan ketidakberdayaan bisa menjadi bensin untuk pembunuhan sadis yang mengguncangkan seluruh negeri. 

Jamie (Pittaway) adalah pemuda berusia 16 tahun yang tinggal di area kumuh di Salisbury North, Adelaide, di tengah-tengah sebuah keluarga disfungsional. Ibu James, Elizabeth (Harris), memiliki kekasih yang diam-diam senang mengambil foto-foto tak senonoh Jamie dan adik-adiknya. Troy (Groves), kakak Jamie, juga kerap melampiaskan frustrasi seksualnya pada Jamie. Ketika Elizabeth mengetahui tindakan kekasihnya, namun tidak direspon dengan semestinya oleh polisi, sahabat Elizabeth pun memperkenalkannya pada John (Hershall), yang membantu Elizabeth mengusir kekasihnya dari lingkungan tersebut.

John kemudian mendekatkan dirinya pada keluarga Elizabeth, menjadi figur ayah yang selama ini dirindukan Jamie dan adik-adiknya. Akan tetapi, di balik sikapnya yang ramah dan bersahabat, John adalah sosok dengan "kegelapan" tersembunyi dalam karakternya. Dia bukan hanya "pembenci pedofil" seperti pengakuannya, tetapi juga homofobik, manipulatif, dan sadis. John perlahan mempengaruhi Jamie agar mau mengikuti jejaknya. Mulanya, mereka meneror orang-orang yang dicurigai sebagai pedofil dan gay di lingkungan mereka. Akan tetapi, ketika Jamie perlahan menyadari dirinya terseret ke dalam sesuatu yang lebih gelap dan berbahaya, sudah terlambat baginya untuk mundur.

Bahkan jika saya tidak mencantumkan peringatan "awas, spoiler!" di postingan ini, Anda sudah akan tahu bagaimana akhir cerita ini jika mengetik "Snowtown murders" di mesin pencari sejuta umat, Google. Dikenal juga dengan julukan bodies in barrels murders karena mayat-mayat yang disimpan di dalam tong sebelum ditemukan, peristiwa ini menggegerkan Australia pada akhir tahun 90-an, dan proses pengadilan para pelakunya menjadi salah satu yang terpanjang serta paling banyak diliput. John Bunting dan Robert Wagner adalah pelaku utama, sedangkan James "Jamie" Vlassakis dan Mark Haydon direkrut kemudian untuk membantu. John menyebut bahwa korban-korbannya adalah para gay atau pedofil, walau dalam beberapa kasus hal ini tidak bisa dibuktikan. Selain itu, para pelaku juga diduga mengambil uang jaminan sosial milik para korban. Para korban dibunuh di berbagai lokasi berbeda, namun mayat-mayat mereka kemudian dipindah ke dalam tong-tong di sebuah bangunan kosong di Snowtown.

Menurut hasil otopsi, para korban menunjukkan tanda-tanda bahwa mereka disiksa terlebih dahulu sebelum dibunuh. Akan tetapi, jika Anda mengharapkan suguhan horor berdarah-darah dengan adegan penyiksaan yang terperinci karena membaca deskripsi di atas, atau mungkin investigasi menegangkan ala ZodiacThe Snowtown Murders jelas bukan untuk Anda. Film ini lebih merupakan studi karakter tentang asal-muasal kejahatan tersebut. Tepatnya, film ini mengambil sudut pandang Jamie, yang tadinya hanya remaja yang menginginkan hidup normal, namun terseret sebagai salah satu tersangka pembunuhan karena tidak bisa lepas dari karisma John, pembunuh sadis yang juga pandai mengambil peran sebagai seorang pater familias.

Film ini menggambarkan bagaimana sesosok remaja yang hidup di daerah terpinggirkan dalam keluarga dari kelas menengah bawah, haus akan kasih sayang dan bimbingan seorang ayah, serta mengalami pelecehan seksual yang tidak ditanggapi dengan baik oleh polisi, pada akhirnya sangat mudah dimanipulasi oleh sosok karismatik seperti John. Layaknya sosok para pemimpin kultus atau kelompok teroris yang karismatik, John perlahan memanipulasi Jamie dengan memanfaatkan rasa haus Jamie akan kasih sayang dan pengakuan, serta kemarahan Jamie terhadap mantan kekasih ibunya yang melecehkannya secara seksual. 

Selain Daniel Henshall dan Richard Green, semua aktor yang bermain dalam film ini adalah aktor baru yang langsung direkrut dari area sekitar tempat syuting, yang juga merupakan area tempat beberapa pembunuhan tersebut terjadi di dunia nyata. Sutradara Justin Kurzel memanfaatkan area pemukiman kumuh tersebut dengan baik; penggunaan shot di ruang-ruang sempit, pergerakan kamera yang sedikit bergoyang-goyang, serta rona warna suram semakin menonjolkan rasa terjepit dan putus asa yang dialami banyak karakter filmnya. Area tersebut bahkan dikenal sebagai tempat di mana petugas medis bahkan tidak berani datang tanpa pengawalan polisi; satu hal yang mungkin menjelaskan mengapa polisi tidak menanggapi laporan ibu Jamie dengan baik. 

Dua orang yang paling menonjol dalam film ini tentu saja Lucas Pittaway dan Daniel Henshall. Pittaway, aktor pendatang baru tanpa pengalaman akting sebelumnya, memukau sebagai Jamie, remaja yang berusaha menjaga kewarasan ketika terperangkap dalam situasi sulit, untuk kemudian terbujuk tanpa daya oleh karisma sesosok figur ayah yang juga pembunuh. Henshall bahkan lebih spektakuler lagi sebagai John, yang sejak awal memikat sebagai sosok kebapakan, murah senyum, maskulin, tegas, namun tetap mampu membuat penonton merasa bahwa ada sesuatu yang salah dengannya, namun sulit dijelaskan. John nyaris tidak pernah menaikkan nada suara ataupun membentak, walaupun mengucapkan kata-kata yang mengerikan, namun pembawaan serta sikap manipulatifnya sudah cukup mengancam. Karakter keduanya membutuhkan tingkat kendali tinggi, dan Pittaway serta Henshall membawakannya dengan baik.

The Snowtown Murders bukan pesta darah yang mengagungkan sosok si pembunuh, dan bukan juga drama investigasi yang melucuti kengerian sesungguhnya dari peristiwa pembunuhan dunia nyata. Film ini melaju pelan, menghanyutkan, namun mampu membuat kita merasa seperti Jamie yang perlahan dimanipulasi oleh John: saat kita menyadari kengerian sesungguhnya, kita mungkin juga tidak ingin (atau tidak bisa) memalingkan wajah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Gimana pendapat Anda?