Kamis, 12 Oktober 2017

Review: Wild Tales


Tahun rilis: 2014
Sutradara: Damián Szifron
Bintang:  Ricardo Darín, Oscar Martínez, Leonardo Sbaraglia, Érica Rivas, Rita Cortese, Julieta Zylberberg, Darío Grandinetti
My rate: 3.5/5


Manusia hidup di dalam batas-batas dan kontrak sosial yang ditetapkan komunitasnya, jadi jika seseorang terus didorong hingga melewati ambang batas kemarahannya, "ledakan" yang terjadi bisa sangat spektakuler, bahkan meleburkan batas antara humor absurd dan kengerian karena batas-batas sosial yang didobrak. Sutradara dan penulis naskah asal Argentina, Damián Szifron, merangkum kisah-kisah tentang "ledakan" emosional manusia dalam Wild Tales (Relatos Salvajes), yang dengan apik memadukan humor gelap, kritik sosial, serta sindiran terhadap aspek politik dan birokrasi di negaranya sendiri.

Wild Tales terdiri dari enam cerita, dan dibuka dengan apik oleh Pasternak, cerita tentang sekelompok penumpang pesawat yang, lewat serangkaian obrolan, sapaan, dan kebetulan, baru menyadari bahwa mereka semua pernah berurusan dengan seorang pemuda bernama Gabriel Pasternak. Intensitas semakin meningkat dengan dua cerita selanjutnya, Las Ratas dan El más fuerte, yang masing-masing berfokus pada dendam, baik dendam masa lalu yang terpendam maupun dendam gila-gilaan khas pengemudi mobil yang berubah jadi setan saat sudah di jalanan.

Cerita keempat dan kelima, Bombita serta La Propuesta, masing-masing menghadirkan seorang pakar bahan peledak yang dibuat kesal oleh perusahaan derek yang gemar menderek mobil orang secara ilegal, serta pejabat yang menyewa tukang kebunnya untuk mengaku bersalah menggantikan anaknya, pelaku tabrak lari yang membunuh wanita hamil. Akhirnya, seorang mempelai wanita yang membuat kegaduhan pada hari pernikahannya lantaran suaminya ketahuan selingkuh menutup antologi ini dalam cerita berjudul Hasta que la muerte nos separe.

Wild Tales menghadirkan unsur komedi gelap yang cukup kental dalam setiap segmennya, namun tetap terasa dekat. Bahkan cerita pertama yang berakhir cukup "gila" pun masih memberi kesan bahwa ini, entah bagaimana, bisa saja terjadi di dunia nyata, karena toh kita sering melihat berita sungguhan tentang kelakuan orang-orang yang lebih gila ketika kemarahan menguasai mereka. Menurut sang sutradara, beberapa kisah di dalam film ini terinspirasi dari pengalamannya sendiri. Yang harus dia lakukan hanya menggenjot elemen absurd dan sintingnya.

Konsistensi tema ini, untungnya, mampu menjadi perekat untuk keenam cerita yang intensitasnya kerap naik turun. Setelah Pasternak yang menutup ceritanya dengan konklusi absurd (yang membuatnya cocok menjadi salah satu episode Twilight Zone), penonton diajak kembali membumi dengan Las Ratas, yang "kalem" dan terlihat seperti kisah balas dendam biasa. El más fuerte juga tidak terlalu istimewa dalam temanya, terutama karena thriller jalanan seperti itu memang sudah biasa, namun untungnya ditutup dengan cara yang benar-benar membuat saya merasa jahat sekali karena tertawa ngakak.

Bombita dan La Propuesta bagaikan ekspresi jitakan sayang Szifron terhadap negaranya sendiri, yang kerap bermasalah dengan birokrasi serta instansi pemerintah dan pejabat korup. Problem si pakar bahan peledak dalam Bombita, di mana mobilnya yang harusnya sudah aman terparkir di tempat seharusnya di pinggir jalan kemudian diderek paksa dengan alasan mengada-ada, adalah hal yang kerap terjadi di Argentina. Sementara itu, La Propuesta terang-terangan menohok mental pejabat yang menganggap bahwa semua bisa asal ada uang, bahkan jika itu berarti membiarkan seseorang lolos dari kejahatan tabrak lari dan menyogok kaum yang kurang beruntung untuk menanggung kesalahan itu. Akan tetapi, dari segi eksekusi, Bombita jauh lebih konsisten dengan tema film ini. Bahkan, saya merasa bahwa La Propuesta agak anyep dan malah terlalu realistis, yang dalam hal ini membuatnya aneh sendiri.

Untungnya, segmen terakhir menutup film ini dengan cara spektakuler. Érica Rivas menyuguhkan penampilan luar biasa dalam tingkatan emosional yang semakin menanjak dan berwarna-warni; dari pengantin wanita yang berbinar dan bahagia, ke terkejut, lalu marah, penuh dendam, dan akhirnya "terjun bebas" ke rel roller coaster emosi yang memorak-porandakan ruang resepsi mewahnya. Setelah menonton segmen ini, saya jadi paham mengapa "Film this, Nestor!" menjadi kutipan dialog paling terkenal dari Wild Tales, yang konon sering dilontarkan fans secara bercanda ke Rivas.

Lepas dari beberapa hal yang tidak konsisten di dalamnya, Wild Tales adalah antologi yang segar dan menyenangkan untuk ditonton, serta memberi perasaan senang yang nyaris sama seperti Schadenfreude. Tidak perlu serius memikirkan setiap lompatan logika terkecil, dan nikmati saja apa yang terjadi ketika kemarahan para karakternya didorong ke batas maksimal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Gimana pendapat Anda?