Senin, 13 Februari 2017

Review: The Fury of a Patient Man


Tahun rilis: 2016
Sutradara: Raúl Arévalo
Bintang: Antonio de la Torre, Luis Callejo, Ruth Diaz, Raúl Jiménez
My rate: 3.5/5

Publik penonton film saat ini dimanjakan dengan banyaknya film yang menelusuri sisi-sisi terkelam manusia, dengan berbagai macam eksekusi dan gaya penyutradaraan, dan salah satu yang terlaris tentu saja thriller bertema balas dendam. Beberapa, seperti Kill Bill, John Wick, The Revenant, The Girl with the Dragon Tattoo dan V for Vendetta menikmati kesempatan dipromosikan secara besar-besaran. Yang lainnya, seperti Blue Ruin dan Hard Candy, cenderung dipromosikan secara "gerilya" atau tidak begitu jor-joran, terlepas dari kualitasnya yang juga bagus. The Fury of a Patient Man (Tarde para la Ira) adalah permata tersembunyi serupa dari Spanyol yang memberi kesegaran dalam tren genre ini. 

The Fury dibuka dengan dua adegan yang nampaknya tidak saling berhubungan. Seorang anggota gerombolan perampok, Curro (Luis Callejo) digambarkan menunggu teman-temannya yang sedang menyatroni sebuah toko perhiasan, namun gagal dalam tugasnya melarikan mereka, hingga akhirnya dia kabur dan tertangkap setelah mobilnya mengalami kecelakaan. Adegan kemudian mendadak berpindah ke sebuah kedai kopi kecil di pinggir kota, yang diurus Ana (Ruth Diaz) dan saudara lelakinya, Juanjo (Raúl Jiménez). Keduanya kemudian berkenalan dan berteman dengan Jose (Antonio de la Torre), pendatang baru di lingkungan tersebut, yang nampak kalem dan tidak banyak bicara namun cepat akrab dengan penduduk kelas menengah bawah di lingkungan tersebut.

Ana ternyata adalah istri Curro, dan walau dia digambarkan sering mengunjungi suaminya di penjara, Curro juga suami yang keras padanya, dan mereka kerap bertengkar. Sementara itu, Jose juga semakin akrab dengan Juanjo dan akhirnya Ana, bahkan menawarkan tempat tinggal sementara pada Ana ketika dia ingin menjauh dari Curro. Akan tetapi, ketika Curro dan Jose akhirnya saling mengenal lebih dekat, barulah terungkap apa yang ada di balik motivasi Jose mendekati Curro, Ana dan Juanjo.

Setelah adegan awal yang singkat namun cukup intens, terutama ketika adegan tabrakan Curro disorot dari sudut pandangnya di dalam mobil, Arévalo tidak langsung menggeber "gas" dalam cara berceritanya. Kontras antara pembuka intens dengan alur yang berkesan lambat terkait perkenalan karakter Ana, Jose dan Juanjo mungkin bisa membuat penonton bertanya-tanya, berusaha mencari kaitan antar keduanya. Akan tetapi, lewat serangkaian metode "tarik-ulur" seiring semakin terkuaknya plot demi plot, semua imaji yang nampak tidak saling berkaitan di awal cerita pun perlahan menemukan konklusinya, lengkap dengan twist yang mungkin tidak baru namun masih cukup mengejutkan.

Arévalo dengan sabar merangkai tiap elemen cerita dalam cara yang tidak menghentak-hentak, namun menyimpan kejutan bagi penonton saat masing-masing rahasia semakin terkuak, terutama terkait sosok kalem Jose. Tidak seperti John Wick, Kill Bill atau V for Vendetta di mana karakter utama diberi perlakuan "glamor," sosok Jose tidak mendominasi karakter lainnya, seolah menegaskan niat sang sutradara yang memang berniat memberi perhatian ekstra pada mekanisme cerita dan bukan penampilan individual. Di balik tampangnya yang khas bapak-bapak paruh baya biasa, lengkap dengan sikap bersahabat dan kalemnya, Jose adalah pria yang isi kepalanya penuh dengan rencana balas dendam yang terperinci. Dia muncul sebagai orang yang tidak istimewa, namun seiring berjalannya plot, Arévalo memberi kita detail demi detail tentang Jose yang semakin membuat kita merasa: "there's something so fucked up about this seemingly ordinary man."

The Fury of a Patient Man adalah thriller yang tidak seketika memberi perasaan puas, seperti yang saya rasakan ketika menonton Uma Thurman dan sederet cewek tangguh lainnya menumpahkan darah di Kill Bill. Akan tetapi, mungkin itu hanya karena pendekatan Arévalo yang tidak meledak-ledak, atau saya terlalu sibuk bertanya-tanya: apa yang barusan terjadi? Akhirnya, ini mungkin memberi satu lagi alasan mengapa justru yang pendiam yang harus diwaspadai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Gimana pendapat Anda?